Menikmati kopi

Menikmati kopi

Senin, 21 Maret 2016

ARTIKEL PENDIDIKAN : STRATEGI MENDIDIK ANAK BERPERILAKU PENIRU



Randy baru berusia 6 tahun, sedang memakan es krim yang baru saja dibelinya dari penjual keliling di depan rumahnya. Ketika membuka kemasannya, tetesan es krim tersebut tercecer di lantai garasi rumahnya, Mamanya segera memerintahkan Randy agar segera membersihkan lantai dari ceceran es krim tersebut, namun Randy yang sedang asyik menikmati es krim mengabaikan perintah mamanya. Sesaat kemudian, ketika ia dipanggil temannya-temannya untuk mengajak bermain bersama. Tidak sengaja Ia menginjak ceceran es krim tersebut, dan terjatuh. Melihat Randy jatuh teman-temannya menertawakan, dan mengatakan “Emang Enak Jatuh, Kaciaaan..deh Lo”. Ditertawakan teman-temannya, Randy pun menangis. Beberapa hari kemudian, ketika mamanya berada di dapur sedang memarut kelapa untuk menyiapkan masakan makan siang untuk keluarga, Randy memanggil Mamanya, karena kaget, tangan mamanya terluka kena parutan kelapa. Melihat Mamanya mengaduh, dengan cepat Randy mengatakan, “Emang Enak kena parut, Kaciaannn deh lo” 

Apa yang dilakukan Randy adalah perilaku meniru dari perilaku temannya. Tindakan meniru tersebut biasa dikenal dengan istilah perilaku Imitasi. Perilaku Imitasi adalah peniruan sesaat yang dilakukan anak dalam memperhatikan perilaku dan perkataan maupun sikap orang lain. Dalam bersikap dan bertingkah laku setiap anak memang banyak meniru pada lingkungannya ,Mulai meniru dari orangtua, nenek-kakek, om-tante, pengasuh, tetangga, guru, teman, bahkan dari tv dan dvd yang ia tonton. Anak, mudah sekali meniru apa yang dia lihat dan menjadikan lingkungan sebagai model kehidupan. Mulai dari ucapan, misalnya kata-kata yang mudah untuk diikuti. Atau, tingkah laku yang dilihat dari tontonan film. 

Orangtua pada umumnya menjadi model utama bagi anak. Karena ayah dan ibu adalah dua orang yang berperan dalam pola asuh anak sejak dia hadir ke dunia. Maka, jangan kaget bila cara saat orangtua marah maupun saat menunjukkan kasih sayang, semua akan ditiru dan dipelajari anak. Bila orangtua terbiasa menggunakan kata-kata kasar atau caci maki saat kesal dengan orang lain, anak juga akan mempelajarinya dan berpikir, “oh, kalau marah atau kesal sama orang, begitu ya caranya.” Sehingga, ketika anak kesal pada temannya, maka dia akan begitu juga. Sebaliknya jika orang tua mengajarkan untuk saling sayang, saling menghormati, tamu datang dihormati, hormat pada orangtua dan kakak, sayang pada adik, bahkan binatang pun disayang. Anak pun akan menirunya. Pada semua orang, anak akan menunjukkan rasa hormatnya dan bersikap santun.

Apa yang menyebabkan anak melakukan peniruan?, Abu Bakar Baraja (2006) mengatakan bahwa ada 4 penyebab anak melakukan peniruan (imitasi). 1. Menarik; informasi yang menarik akan lebih cepat diperhatikan dan anak akan berusaha untuk mencontohnya. Maksudnya adalah informasi yang tidak membosankan, tidak menjenuhkan dan tidak menjadi beban. Misalnya, informasi yang terus menerus diulang-ulang akan menjenuhkan. Apabila informasi disampaikan panjang lebar, berputar putar tidak pada sasarannya maka informasi tersebut akan menjadi beban saat informasi tersebut mengarah pada keharusan untuk melakukan. 2. Baru ; sesuatu yang baru, baik itu perilaku maupun perkataan akan menimbulkan rasa keingintahuan anak, dengan rasa keingintahuan ini, anak berusaha untuk mencoba. Apabila mendapat kesempatan dan mampu untuk melakukannya maka ia akan mencobanya. 3. Konsisten ; yaitu perilaku dan perkataan yang terus menerus dan pekerjaan yang dikerjakan dengan tetap. Kegiatan bangun pagi dan melaksanakan shalat subuh yang dilakukan oleh anak. seorang anak, walaupun pada awalnya sulit dilakukan, namun, atas kebiasaan orang tua yang konsisten mengajaknya setiap hari, akan menjadi kebiasaan yang baik, bahkan setiap pagi “alarm biologis” anak akan muncul alias secara reflek bangun pagi tanpa dibantu dibangunkan orangtuanya atau menggunakan alarm. 4. Berkesan; Setiap perbuatan dan perkataan yang dilakukan dihadapan anak dengan menyenangkan dan anak tidak merasa bosan serta jenuh terhadap perbuatan itu akan berkesan dalam dirinya. Sesuatu yang berkesan itulah yang akan diimitasi dengan perasaan senang. Kesan ini pula akan memberi bekas kepadanya hingga ia dewasa.

Lalu, bagaimana strategi mendidik anak berperilaku peniru? yang terbaik adalah orang tua bisa menjadi teladan buat anak-anaknya. Abdullah Nashih Ulwan (1978) dalam bukunya Tarbiyautul Aulad Fil Islam, mengatakan bahwa Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena orang tua atau pendidik adalah figure terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan dititu anak. Keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika orang tua dan pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, dan menjauhkan diri dari perbuatan perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya, jika anak tumbuh di lingkungan orang tua dan pendidik yang pembohong, khianat, kikir, penakut, dan durhaka. Maka si Anak, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun suci fitrahnya, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Kiranya sangat mudah bagi orang tua dan pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan tidak mengamalkannya. Sebagai kesimpulan sekali lagi ingin saya sampaikan bahwa, orang tua dan pendidik adalah figure terbaik bagi terbentuknya karakter mulia, untuk itu menjadi teladan bagi anak merupakan cara dan pilihan terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar